Waktu
Saya tidak tahu harus mulai dari mana, entah dari mana atau kapan, atau dimana, dan semestinya tidak untuk diperdebatkan, kegelisahan dan ketika tidurmu tidak nyenyak pada suatu malam.
Bocah sekitar lima tahun menangis, memeluk seorang perempuan dengan amat erat.
Tukang becak, atau seseorang pada malam itu begitu pulas di atas kursi penumpang pada becak, mendengkur dengan muka separuh tertutup peci, perut besarnya itu, saya yakin dia telah makan lebih dua kali, atau sebuah penyakit menggerogoti usus-ususnya, atau tidak bahwa dia telah menerima nasi kotak dari sebuah mobil bakti sosial.
“Bu, bawang merah sekilo berapa?”
Seorang
mahasiswa bertanya pada sebuah acara seminar dengan tema kebangsaan, mengacung
tangannya dengan mata yang berlagak seperti seorang pemuda menatap sirine
polisi pada malam hari, dagunya manggut-manggut bahkan tak ada permen karet
yang menempel pada ujung giginya.
"Anak-anak, dibuka bukunya halaman dua satu, tentang sistem reproduksi hewan katak."
Malam
ini sungguh gelap gulita, tiada cayaha ketika kehadiranmu yang sudah lama
kutunggu tak kunjung sampai, menangislah aku.
Dua puluh tujuh. Angka yang keluar pada malam pergantian tahun, di bawah kebun sengon yang rindang, menang dua puluh juta dua ratus dari lima orang yang sama bersila, empat di antara mereka memegangi kepala entah serangga apa atau memang begitu pusingnya menanggung hutang esok, lusa atau sepulang dari sana bergelantungan di bawah blandar dengan tambang mencekik lehernya, empat semua melayangkan nyawa dengan begitu mudah.
Sekitar lima belas ekor sapi di depan masjid agung di dekat alun-alun. Dan entah mengapa mereka ada di sana di pagi ini yang tampak matahari begitu bersahabat menyinari.
Anda,
seseorang yang mampu membaca diksi ini, yang hidup pada generasi saya, yang
sedang merasai berbagai macam hal, termasuk terombang-ambing oleh
kehendak-kehendak, memaksa diri untuk menyetujui, mencintai, menyenangkan, dan
banyak. Anda kah? Seseorang yang paling tahu mengenai hidup itu apa?
"Besok pagi harus berangkat ke Brazil, sudah kupersiapkan tiket untuk Bunda, sekalian biar tidak jenuh di rumah terus."
Bila saya ceritakan dari awal mungkin tidak seorangpun akan setuju, bahwa sayalah manusia yang paling sengsara.
“KAMU TAK PANDAI BERYUKUR”.
“AH CUMA GITU AJA NGELUH, LIHAT YANG DI BAWAHMU JANGAN DI ATASMU”
"BACOT BANCI"
“PERJUANGANMU BELUM SEBERAPA DIBANDING DENGAN PERJUANGAKU”
“PENGECUT”
“PECUNDANG”
"TAI"